LOMBOQNET-Usai
sudah gawe besar Lombok Timur. Sebuah perhelatan yang baru pertama
kali dilakukan di Lombok Timur. Gawe yang kemudian diberi nama,
Pekan Pesona Gumi Selaparang (PPGS). Berbagai kegiatan digelar, yang
puncaknya dengan mengadakan iring-iringan 1000 dulang. (Dulang
berasal dari Bahasa Sasak, yakni sebuah wadah yang terbuat dari kayu berbentuk
melingkar untuk meletakkan makanan yang akan disajikan kepada tamu khusus pada
acara-acara besar adat maupun keagamaan di Pulau Lombok. Dulang
terdiri dari wadah dan penutup makanan yang disebut tembolaq).
PPGS ini
konon diadakan untuk membranding pariwisata di Gumi Selaparang, dan secara
tidak langsung, sekaligus memperkenalkan potensi-potensi yang dimiliki melalui
kehadiran wisatawan mancanegara maupun para pelaku wisata. Sebuah pekerjaan
yang tidak mudah namun sukses digelar sesuai perencanaan, terutama menyangkut
peserta, waktu dan susunan acaranya.
Upaya-upaya
keras nan serius ini bukan hanya sampai disitu saja. Sebut saja
misalnya Peresean di Lenek, Gawe Beleq Musim Kembalit di Sakra, Belanjakan di
Masbagik, Festival Budaya Sajang di Sembalun dan beberapa kegiatan lain yang
dilaksanakan dalam dua bulan terakhir, menuai kesuksesan.
Yang
menarik dari keseluruhan kegiatan-kegiatan ini adalah bahwa kegiatan ini
dikatakan sukses pelaksanaannya di tengah-tengah berbagai persoalan yang belum
mampu ditemukan solusinya ataupun pelaksanannya terkesan
bertele-tele. Misalnya mengenai proses penyelesaian pembangunan
rumah korban bencana gempa bumi yang hingga kini penanganannya dinilai paling
lamban di NTB, meskipun dana sudah ditransfer melalui BNPB langsung ke rekening
penerima manfaat. Sementara aplikator (pihak-pihak yang dipercaya
menyediakan material bangunan) terkesan semaunya karena pengawasan yang lemah
dari dinas terkait seperti BPBD dan Dinas Pekerjaan Umum.
Bukan itu
saja. Kesuksesan itu juga seolah mengiringi masuknya musim kemarau yang
mengakibatkan beberapa lokasi di Lombok Timur mengalami kekeringan dan kesulitan
air bersih. Kondisi inipun dianggap kurang mendapat perhatian
pemerintah. Langkah-langkah antisipatif hampir tidak terlihat
padahal persoalan ini terjadi setiap tahun dengan dampak nyata yang
dirasakan masyarakat terutama di wilayah selatan. Menyusul kemudian
dengan anjloknya harga tembakau yang menjadi andalan sebagian besar petani
Lombok Timur. Untuk diketahui, tembakau merupakan tanaman perkebunan
yang hanya bisa tumbuh dengan baik pada musim kemarau.
Jadilah
kemudian kesuksesan semua perhelatan dan agenda membranding wisata Lombok Timur
itu menjadi terlihat ironis. Belum lagi kalau kita bicara mengenai
ukuran kesuksesan sebuah kegiatan yang harus mengacu kepada tujuan asasnya,
bukan semata-mata kesuksesan dari segi kepanitiaan belaka, maka
kesuksesan kegiatan-kegiatan itu, masih menyisakan celah lebar untuk
dipertanyakan. Kalau berbicara tujuan, maka bisa dipastikan bahwa
tujuan utama adalah meningkatnya jumlah kunjungan wisata ke Lombok
Timur. Apakah dari segi ini perhelatan itu dapat dikatakan sebagai
sukses? Kalau iya, apakah alat ukurnya?
Baiklah,
kita anggap saja perhelatan itu sukses dari semua sisinya. Sisi
pelaksanaan dan tujunnya. Apakah kemudian semua persoalan selesai
begitu saja tanpa meninggalkan pertanyaan-pertanyaan tak
terjawab? Tentu saja tidak.
Manakala
kita dihadapkan pada sebuah kata atau kalimat yang populer di kalangan
pemerintahan yakni kata “skala prioritas” maka mulai terkuaklah
pertanyaan-pertanyaan itu. Yakni, apakah membranding pariwisata itu
lebih mesti diprioritaskan daripada menyelesaikan urusan-urusan pokok yang
terjadi di masyarakat seperti revitalisasi lokasi terdampak bencana ataupun
penyiapan air bersih masyarakat yang terkena dampak kemarau? Ataupun
sejauh mana kesusksesan membranding wisata itu, kalaupun memang sukses, akan
berpengaruh secara instant terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat
seperti disebutkan di atas?
Tentu saja
yang mampu menjawabnya dengan tepat adalah pihak pemerintah Lombok Timur
sebagai pelaku dan penanggung jawab semua kebijakan
pembangunan. Karena adabnya adalah, siapa yang melakukan maka dialah
yang menjelaskan. Akan tetapi, tentu saja kita tidak mesti menunggu
jawaban. Sebagai anggota masyarakat yang harus patuh pada pimpinan,
ada baiknya kita berpikiran positif bahwa ilmu kita mengenai hubungan sebab
akibat terkait kemajuan suatu kelompok masyarakat dengan melakukan beraneka
kegiatan itu belum sampai di sana dan hasilnya kita serahkan saja ke
pemerintah. Kemudian kita meletakkan harapan ke beberapa bulan atau
tahun ke depan bahwasanya cara seseorang mencapai tujuan yang sama memang
berbeda-beda.
Dan kita
berharap bahwa ini bukan sekedar menghibur hati yang lara atau sebuah
keputusasaan sia-sia ditengah langkanya solusi atas berbagai persoalan yang memiriskan
hati.
Dan satu lagi, bahwasanya tulisan pendek ini semoga tidak dinilai seperti wall facebook salah seorang pejabat yang terkait erat dengan kegiatan-kegiatan di atas yang sempat dimunculkan yakni, “berbuat sesuatu dipertanyakan orang. Tak berbuat dikatakan tak kreatif. Kaye Raden” (ht)
No comments:
Post a Comment